MEMAHAMI TIPE KEPRIBADIAN LANSIA

Seiring dengan peningkatan umur lansia maka ada sisi lain yang perlu pula untuk dipahami labig dalam, adalah memahami tipe kepribadian lansia, yaitu sebagai berikut :

Tipe Kepribadian yang Konstruktif ( Construction Personality), dimana dalam tipe ini lansia biasanya tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

Tipe Kepribaddian Mandiri (Independent Personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami Post Power Sindrome, apalgi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.

Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality), sedang untuk tipe ini biasanya sangat diperngaruhi oleh kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis mak pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasannngan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.

Tipe Kepribadian Bermusuhan ( Hostility Personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang idak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjdai morat-marit.

Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hae Personality), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat sudah dirinya.

Perubahan yanga berkaitan dengan pekerjaan pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hai tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya. Karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kesusukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya sepertinya yang telah diuraikan pada point tiga diatas.

Lalu, Bagaimana menyiasai pensuin agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental para individu dalam menghadapi masa pensuin itu sendiri.

Pada kenyataannya ada yang menerima, ada pula yang takkut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif.

Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensuin lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensuin yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan unuk mempersipkan diri, bukan hanya diber waktu untuk masuk keerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.

Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisir dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensuin. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agra tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensuin dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing.

Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensuin mereka menjadi tidak berguna, mengganggur, penghasilan berkurang, dan sebagainya.

Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat.

Akibat berkurangnya fungsi indeera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengarannya sangat berkurang, penglihatannya mulai kabur dan sebagainya, sehingga sering menimbulkan keterasingan.

Hal ini sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktifitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menagis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-renngek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi oang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan.

Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang , atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, palagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya sebuah Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyrakat sebagai seorang lansia. (andy)

Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan dan kritik
kami tunggu!!!