AKB (Angka Kematian Bayi) Indonesia Tinggi Dari Negeri Tetangga



S
alah satu indikator yang sangat penting untuk menilai seberapa jauh keberhasilan pembangunan kesehatan di suatu daerah yaitu dengan melihat indikator angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), disamping indikator kejadian penyakit maupun umur harapan hidup. Oleh karena itu apapun program pembangunan kesehatan yang dilakukan seharusnya memberikan dampak lebih jauh terhadap ketiga indikator tersebut. Melihat lebih jauh perbandingan AKI di beberapa negara ASEAN. BPS menyebutkan bahwa pada tahun 2005 secara nasional angka kematian ibu adalah 262 per 100.000 kelahiran hidup. Diperkirakan jumlah kelahiran hidup sebanyak 5 juta, ini berarti bahwa setiap jam ada 1 ibu yang meninggal karena proses kelahiran dan persalinan.
Angka ini tentunya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga lainnya seperti Thailand (129/100.000), Malaysia (30/100.000) dan Singapura (6/100.000). Angka kematian bayi (AKB) menurut SDKI tahun 2002/2003 sebanyak 35 per 1.000 kelahiran hidup yang berarti bahwa setiap jam ada 18 bayi yang meninggal. Angka ini sebenarnya sangat memprihatinkan, sehingga setiap daerah di Indonesia semestinya memberikan kontribusi dan akselerasi program dalam rangka menurunkan AKI dan AKB secara nasional. Desentralisasi bidang kesehatan memberikan kesempatan kepada setiap daerah untuk mengembangkan program-program kesehatan yang berdampak pada penurunan AKI dan AKB tersebut. Oleh karenanya Departemen Kesehatan menetapkan target penurunan AKI dan AKB dalam rangka pencapaian Indonesia Sehat 2010 yaitu AKI (125 per 100.000 kelahiran hidup) dan AKB (26 per 1.000 kelahiran hidup).
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu barometer pelayanan kesehatan bayi di suatu negara. Bila AKB masih tinggi, berarti pelayanan kesehatan bayi masih turun dan sebaliknya bila AKB rendah berarti pelayanan kesehatan bayi sudah baik. Mortalitas dan morbiditas neonatal adalah masalah besar di negara berkembang. Tahun 1996 WHO memperkirakan lebih dari 10.000 jiwa neonatus meninggal per tahunnya. Dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya AKB di Indonesia 2-5 kali lebih tinggi, yaitu 52 per 1.000 kelahiran hidup. (SDKI, 1997). Sedangkan target yang harus dicapai pada tahun 2010 adalah 20 per 1.000 kelahiran hidup.
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2.500 gram yang dapat terjadi akibat dari prematuritas atau persalinan kurang bulan, persalinan bayi kecil masa kehamilan. Dalam dasawarsa terakhir perhatian terhadap janin mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan sangat meningkat. Frekwensi BBLR di negara maju berkisar antara 3,6-10 %, sedangkan di negara berkembang berkisar antara 10-43 %. Rasio antara negara maju dan negara berkembang adalah 1 : 4. Akan tetapi masih banyak bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir yang rendah. Kalaupun bayi menjadi dewasa ia akan mengalami gangguan pertumbuhan, baik fisik maupun mental.
Gangguan pernafasan sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR. Hal ini disebabkan oleh kurangnya surfaktan, pertumbuhan dan perkembangan paru yang belum sempurna, otot pernafasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung. Penyakit gangguan pernafasan yang sering diderita BBLR adalah penyakit membran hialin dan aspirasi pneomoni, disamping itu timbul pernafasan priodok dan apnea yang disebabkan oleh pusat pernafasa dimedulla belum matur. Bayi prematur mudah sekali terkena infeksi karena daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang yang disebabkan rendahnya kadar Ig G gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositolis serta reaksi terhadap peradangan masih belum baik.
Oleh karena itu upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas. Dengan demikian persalinan prematur dapat dicegah. Infeksi pada bayi baru lahir ini pada umumnya mortalitasnya tinggi, sehingga pencegahan sangat penting. Pencegahan dititik beratkan pada cara kerja aseptik, misalnya alat-alat minum, perawatan tali pusat yang baik dan kebiasaan mencuci tangan oleh petugas di ruang perawatan bayi. Memberi kesempatan pada ibu untuk menyusui sedini mungkin dan melaksanakan rawat gabung karena morbiditas dan mortalitas perinatal dapat diturunkan.
Kelainan perkembangan lebih sering ditemukan pada bayi prematur dari pada cukup bulan, yang biasanya meliputi kelainan fungsi intelektual atau motorik. Ia lebih rentan terhadap kelainan rangsangan sensorik atau sosial yang disebabkan oleh lamanya masa isolasi dan terbatasnya hubungan dengan lingkungan selama perawatan. Atas dasar ini perawatan bayi prematur sekecil apapun dianjurkan partisipasi dari ibu. Oleh karena itu dalam pemberian asuhan kebidanan pada BBLR harus dilakukan secara komprehensif melalui aspek promotif, preventiv, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh baik bio, psikososial dan spiritual.

Sumber :
Upaya Penurunan AKI & AKB, Sunday, 07 December 2008, http://dkkbontang.com
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP
Dep.Kes. RI., 2001,Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta
Syaifuddin, Abdul Bari, dkk. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP
Mochtar Rustam.2002. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi Jilid I, Jilid II. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan dan kritik
kami tunggu!!!